SIAPA BILANG OBAT GENERIK BERLOGO (OBG) BERKUALITAS RENDAH ?

Kini obat generik secara global menjadi alternatif murah bagi obat-obatan paten yang harganya mahal. Mungkin masyarakat hanya sebagian besar sudah mengenal obat generik seperti obat generik berlogo tapi dengan minimnya informasi yang didapatkan banyak dari masyarakat lebih cenderung memilih obat berpaten/bermerk. Dengan asumsi bahwa obat generik kualitasnya lebih rendah dibandingkan obat bermerk seperti contoh dalam survei kecil-kecilan yang dilakukan Kompas.com disejumlah apotek di kawasan jakarta timur , 13 dari 20 orang menganggap obat generik sebagai kelas dua dan kurang berkhasiat ketimbang obat bermerk atau branded. Apakah dengan harga rendah mencerminkan kualitas dari sebuah produk juga rendah ? Apakah ini berlaku untuk Obat generik berlogo ?

Melihat kebutuhan manusia semakin meningkat, misalnya dalam hal pengobatan ke rumah sakit banyak pasien jika berobat, Dokter memberikan obat berpaten kepada pasien yang harganya relatif lebih mahal dibandingkan biasanya, disini peran dokter kurang memberikan informasi kepada masyrakat, sebab dokter berpengaruh besar dalam menuliskan resep obat. Minimnya informasi oleh masyarakat umum yang didapatkan dan kurangnya sosialisasi dari lembaga atau institusi dalam menangani kasus ini menyebabkan banyak masyarakat meragukan kualitas dari Obat generik ini dengan anggapan OGB adalah obat orang miskin. Dengan hal seperti ini dapat merugikan pemerintah dan tentunya pasien karena pembiayaan obat yang relatif tidak terjangkau dengan kemampuan ekonomi masing-masing. Hal ini tentu memberatkan pasien yang seharusnya bisa membeli obat dengan murah, Masyarakt perlu memahami dan mengetahui bahwasanya OGB sebenarnya merupakan Program pemerintah yang diluncurkan pada tahun 1989 saat itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah akan obat. Namun seiring perkembangan waktu, program obat generik saat ini ditujukan untuk menyediakan atau memberikan alternatif bagi masyarakat dengan kualitas terjamin, harga terjangkau dan ketersediaan obat yang cukup. Soal mutu, sudah tentu sesuai standar yang telah ditetapkan karena diawasi secara ketat oleh pemerintah. Hanya bedanya dengan obat bermerk lain adalah OGB ini tidak ada biaya promosi, sehingga harganya sangat terjangkau dan mudah didapatkan masyarakat.


Diantara kita mungkin masih ada yang belum mengetahui atau mengenal obat-obat yang banyak beredar dipasaran Indonesia. Ironis memang ketika ditemukan sejumlah bukti bahwa pelaksanaan program obat generik tidkalah semudah apa yang dicanangkan pemerintah selama ini. Banyak faktor yang justru menimbulkan masalah baru dalam pelaksanaan program obat generik. Masih banyak masyrakat yang tidak mengetahui apa itu obat generik, dan perbedaanya dengan obat yang lainnya. sedikit informasi Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Ada dua jenis obat generik yaitu Obat generik Dagang dan Obat generik Berlogo yang dipasarkandengan merek kandungan zat aktifnya. Dalam obat generik mermerk kandungan zat aktif itu diberi nama (merk). Zat aktif amoxicillin misalnya oleh pabrik "A" diberi merek "inemicillin" sedangkan pabrik "B" memberi nama "gatotcilin" dan seterusnya, sesuai keinginan pabrik obat. Dari berbagai merk tersebut., bahannya sama : amoxicillin.



Menurut dari Dr. Fachmi, M.Kes Ketua umum pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) periode 2006-2009, secara internasional obat hanya dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik.

Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memilii masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2 2001 masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 2o tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten. Setelah obat paten berhenti masa patennya , obat paten kemudian disebut sebagai obat generik (Generik=nama zat berkhasiat ). Nah, obat generik inipun dibagi lagi menjadi 2 yaitu generik berlogo dan obat generik bermerk (branded generic ). tidak ada perbedaan zat berkhasiat antara generik berlogo dengan generik bermerk. bedanya . yang satu diberi merk, satu lagi diberi logo ungkap DR.Dr.Fachmi Idris, M.kes. Obat generik berlogo yang lebih umum disebut obat generik saja adalah obat yang menggunakan nama zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya pada kemasan obat, sedangkan obat generik bermerk yang lebih umum disebut obat bermerk adalah obat yang diberi merk dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya.


Sejarah Obat Generik di Indonesia



Obat Generik Berlogo (OGB) diluncurkan pada tahun 1991 oleh pemerintah yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah kebawah akan obat. Jenis obat ini mengacu pada daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu. Harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat. Oleh karena itu, sejak tahun 1985 pemerintah menetapkan penggunaan obat generik pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Harga obat generik bisa ditekan karena obat generik hanya berisi zat yang dikandungnya dan dijual dalam kemasan dengan jumlah besar sehingga tidak diperlukan biaya kemasan dan biaya iklna dalam pemasarannya. Proporsi biaya iklan obat dapat mencapai 20-30% sehingga biaya iklan obat akan mempengaruhi harga obat secara signifikan. mengingat obat merupakan komponen terbesar dalam pelayanan kesehatan, peningkatan pemanfaatan obat generik akan memperluas akses terhadap kesehatan terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.



Landasan Hukum



Menurut dr.Marius Widjajarta,SE, UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah menguraikan apa yang menjadi hak-hak seorang pasien antara lain :



1. Hak untuk informasi yang benar,jelas dan jujur.

2. Hak untuk jaminan keamanan dan keselamatan
3. Hak untuk ganti rugi
4. Hak untuk memilih
5. Hak untuk didengar
6. Hak untuk mendapatkan advokasi
7. Hak-hak yang diatur oleh perundang-undangan.


Perlindungan hak pasien juga tercantum dalam pasala 32 tentang Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,yaitu :



a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah sakit
b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien
c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil ,jujur dan tanpa diskriminasi
d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar prosedur operasional.
e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
g. Memilih doketer dan kelas perawatan sesuai dengan keinginanya dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.


Pasien mempunyai hak untuk memilih pengobatan dan memilih dokter. Jadi, hendaknya pasien meminta obat generik ketika ke dokter dan ingatkan dokter bahwa jika dokter tidak memberikan informasi yang benar,jujur dan jelas maka dokter bisa melanggar UU No. 8 Tahun 1999. sebagaimana penjelasan tentang sub sistem upaya kesehatan dan sediaan farmasi dalam sistem kesehatan nasional juga mempertegas bahwa pasien berhak menerima upaya kesehatan dengan didukung oleh ketersediaan obat yang berkualitas baik dengan harga yan terjangkau.



Kualitas Obat Generik



Berbicara mengenai obat generik tidaklah terlepas dari wacana tentang dan khasiatnya, Orang sering mengira bahwa mutu obat generik kurang dibandingkan obat bermerk. Harganya yang terbilang murah membuat masayrakat tidak percaya bahwa obat generik sama berkualitasnya dengan obat bermerl. Padahal generik atau zat berkhasiatyang dikandung obat generik sama dengan obat bermerk. "Orang kan makan generiknya bukan merknya, karena yang menyembuhkan generiknya, "Ungkap dr.Marius Widjajarta , SE. Mutu obat generik tidak berbeda dengan obat paten karena bahan bakunya sama. Ibarat sebuah baju, fungsi dasarnya untuk melindungi tubuh dari sengatan matahari dan udara dingin. Hanya saja , modelnya bajunya beraneka ragam. Begitu pula dengan obat. Generik kemasannya dibuat biasa, karena yang terpenting bisa melindungi produk yang ada didalamnya. Namun yang bermerek dagang kemasannya dibuat lebih menarik dengan berbagai warna. Kemasan itulah yang membuat obat bermerek lebih mahal. Kualitas obat generik yang disebut "tidak genit tapi menarik" oleh dr.Marius ini tidak kalah dengan obat bermerk karena dalam memproduksinya perusahaan farmasi bersangkutan harus melengkapi persyaratan ketat dalam cara-cara pembuatan obat yang baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu juga ada persyaratan untuk obat yang disebut ujiBioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE). Obat generik dan obat bermerkyang diregistrasikan ke BPOM harus menunjukkan kesetraan biologi (BE) dengan obat pembanding inovator. Inovator yang dimaksud adalah obat yang pertama kali dikembangkan dan berhasil muncul dipasaran dengan melalui serangkaian pengujian BA. Studi BA dan BE seharusnya telah dilakukan terhadapa semua produk obat yang berada dipasaran baik obat bermerk maupun obat generik. "Namun , Pemerintah dalam hal ini BPOM masih fokus pada pelaksanaan CPOB, "ungkap DR.Dr.Fachmi Idris, M.Kes. Obat dibuat dari bahan-bahan tertentu yang setelah diteliti sekian lama, ditemukan "zat inti berkhasiat terapetik". Zat ini yang secara umum disebut "Obat Generik" . Respon terapetik dapat diartikan sebagai hasil kerja obat generik hanya mengandung salah satu manfaat dari yang dikehendakinya saja. Berbeda dengan obat paten yang harganya mahal biasanya bersifat multifunction. Beberapa contoh nama obat generik yang beredar di masyarakat paracetamol,gliserilguaiakolat,dekstrometorfan,difenhidramin, chlorpheniramin maleat (CTM), amoksilin, eritromisin, gentamisin. Jadi tidak heran , jika seorang pasien penderita flu berat diberikan obat generik oleh sang dokter maka ia harus meminum banyak jenis obat tersebut, berbeda halnya dengan pasien dengan keluhan yang sama meminum obat paten yang harganya jauh diatas obat generik ia hanya cukup minum beberapa obat saja. Disamping itu obat generik hanya meningatkan ambang batas kesakitan saja karena sifatnya yang terapetik. Namun itu semua kembali ke sistem imun tubuh seseorng dalam melawan virus penyakit yang menyerang.

Pada saat ini Obat Generik memainkan peranan makin penting, dan bukan hanya dinegara berkembang saja. Di negara industri, dimana ongkos disektor kesehatan semakin tinggi, obat generik kini jadi salah satu kemungkian untuk menurunkan biaya. Produk generik harganya bisa 90 persen lebih murah dari obat-obatan paten. Produk Obat-obatan paten yang laku keras dipasaran, lazimnya habis hak patennya dalam 20 tahun. Karena itu, kini makin banyak varian obat-obatan generik yang dibuat dengan basis unsur aktif yang sama yang ditawarkan dipasaran. Dengan itu tercapai sasaran pengobatan murah bagi semua orang. Sistem kesehatan dan pasien menghemat ongkos, tapi tetap mendapat obat yang khasiatnya relatif sama dengan obat paten.



Nama Beda Unsur aktif sama



Organisasi kesehatan dunia (WHO) secara rutin mempublikasikan daftar obat-obatan penting di dunia. Dengan sekitar 340 unsur aktif yang dewasa ini menjadi basis bahan obat, dapat disembuhkan lebih dari 90 persen penyaktit. Sementara di Jerman, Institut federal untuk obat-obatan kedokteran mencatat 2.400 unsur aktif dan sekitar 90.000 jenis obat-obatan yang beredar dipasaran. Banyak obat yang diizinkan beredar dijerman adalah obat generik. Bagi pasien obat ini tidak ada bedanya dengan obat paten. Batasan anatara obat generik dan obat paten makin samar", ujar Christian Wagner Ahlfs dari organisasi kampanye pengawasan farmasi di Jerman-Buko.Kini sejumlah pabrik farmasi besar, juga memproduksi sejumlah obat generik." sekitar 80 % unsur aktif diproduksi di India atau Cina, tak peduli itu obat generik atau obat paten. Pasalnya ongkos produksi dinegara Asia itu bisa lebih murah hingga 40 persen dibanding produksi eropa, sementara kualitas tenaga kerjanya setara ", Ujar Wagner Ahlfs. Produk akhir berupa obat bermerk perusahaan farmasi Eropa yang merupakan jaminan mutu, dipasarkan ke seluruh dunia. WHP sebagai pengawas meluluskan produknya karena walaupun di buat di India atau China, obat memenuhi standar internasional yang ketat.



Obat Buatan Lokal



Bagi banyak negara berkembang , pembuatan obat-obatan generik yang murah masih terkendala beragam persyaratan yang harus dipenuhi."inilah yang menyebabkan penyediaan obat-obatan yang dapat diandalkan untuk memerangi Tuberkulosa , Malaria, HIV-Aids atau penyakit gaya hidup seperti tekanan darah tinggi dan diabetes, sulit diwujudkan" , ujar Christoph Bonsmann pengurus organisasi Action Medeor, yang membantu produksi obat lokal di Afrika. Padahal produk obat secara lokal dapat membantu memperbaiki pemasokan obat secara merata di negara bersangktuan . "Seringkali produk obat lokal hanya berfungsi sebagai proyek gengsi pemerintah. Dalam hal ini, Obat dengan kualitas rendah pun diizinkan beredar, karena produksinya bermotif politik. Sementara di sejumlah negara berkembang lainnya diamati, pasar obat-obatan dibanjiri obat ilegal atau obat selundupan. Obat semacam ini tidak dapat diketahui apakah preparatnya sudah lulus uji klinis atau justru membahayakan kesehatan. Uniknya, di Sejumlah negara Afrika, nyaris tidak ada keluhan dari pasien terkait efek obat ilegal semacam itu.



Dilihat dari perbandingan antara obat paten dengan obat generik berlogo tidak jauh beda dan sama kualitasnya yaitu ditinjau dari



a.Zat aktif : Dari sisi zat aktifnya (komponen utama obat), antara obat generik (baik berlogo maupun bermerek dagang) persis sama dengan obat paten. Namun Obat generik lebih murah dibanding obat yang dipatenkan.



b.mutu : Mutu obat generik tidak berbeda dengan obat paten karena bahan bakunya sama. Ibarat sebuah baju, fungsi dasarnya untuk melindungi tubuh dari sengatan matahari dan udara dingin. Hanya saja, modelnya beraneka ragam. Begitu pula dengan obat. Generik kemasannya dibuat biasa, karena yang terpenting bisa melindungi produk yang ada didalamnua.Namun yang bermerek dagang kemasannya dibuat lebih menarik dengan berbagai warna. Kemasan itulah yang membuat obat bermerek lebih mahal.



Pada awal kebijakan ini diluncurkan, pemerintah mencanangkan penggunaan obat generik (OG), artinya pabrik pembuat tidak boleh mencantumkan logo pabrik, namun tetap mencantumkan nama pabriknya. Seiring berjalan waktu, desakan datang dari produsen obat menginginkan adanya logo pada obat buatannya. Maka muncullah Obat Generik Berlogo (OGB). Pemerintah merasa perlu meluluskan permintaan industri ini asal harga OGB tetap dikontrol oleh pemerintah (khususnya Depkes ). Dengan diluluskannya permintaan industri tersebut, di Indonesia obat generik dibedakan menjadi 2 jenis yaitu obat Generik berlogo (OBG) dan Obat generik bermerek (branded generic). Sebenarnya tidak ada perbedaan zat aktif pada kedua jenis obat generik ini. Perbedaan hanya terletak pada logo dan merek yang terdapat pada kemasan. Obat generik berlogo adalah obat yang umumnya disebut obat generik saja sedangkan obat bermerek biasanya menyantumkan perusahaan farmasi yang memproduksinya . Meskipun keduanya sama-sama merupakan obat generik , obat generik bermerek memiliki harga jual yang lebih mahal karena harganya ditentukan oleh kebijakan perusahaan farmasi tersebut sedang obat generik berlogo telah ditetapkan harganya oleh pemerintah agar lebih mudah dijangkau masyarakat. Sedangkan OGB diproduksi terutama oleh BUMN yang menjadi kebijakan pemerintah sejak tahun 1989 agar masyarakat mendapatkan obat yang bermutu, aman dan efektif dengan harga terjangkau dan tercukupi jenis maupun jumlahnya. Walaupun program ini di Indonesia sudah berjalan 22 tahun namun tingkat penggunaan obat generik ini masih rendah. Rendahnya penggunaaan obat generik dipengaruhi oleh sikap dan persepsi tenaga kesehatan dan pasien terhadap obat generik itu sendiri. Disini sistem asuransi kesehatan juga belum berkembang dengan baik, sehingga untuk biaya kesehatan pasien harus mengeluarkan uang sendiri.



Beberapa faktor yang menyebabkan tenaga kesehatan enggan meresepkan obat generik :



1.Kurangnya Informasi mengenai obat generik

2.Terbatasnya Jenis obat generik
3.Ketersediaan obat generik di pelayanan kesehatan
4.Distribusi obat generik yang masih belum merata
5.Faktor lain misalnya, kepentingan pribadi tenaga kesehatan dan kolusi dengan pabrik obat


Sedangkan dari segi pasien, rendahnya penggunaan obat generik disebabkan oleh beberapa faktor



1.Rendahnya pengetahuan pasien tentang obat generik itu sendiri. sehingga pasien cenderung dan menerima begitu saja apapun obat yang diberikan dokter atau rumah sakit tanpa bertanya lebih detail.

2.Sulitnya akses obat kepada masyarakat

3.Ketersediaan obat diberbagai daerah

4.Anggapan bahwa obat generik tidak berkualitas dibandingkan obat berpaten


Sudah layaknya pemerintah beserta jajarannya harus mempublikasikan obat generik ini kepada masyarakat luas. Adanya campur tangan politik dalam dunia kesehatan menjadi penghalang untuk mensosialisasikan program ini, program yang sebelumnya sudah pernah diterapkan pada tahun 1991 tapi tidak berjalan dengan efektif, ini merupakan kendala-kendala yang seharusnya diteliti apa penyebab program ini tidak efisien. Melihat dari kemampuan ekonomi masyarakat Indonesia secara luas mungkin banyak dari mereka mampu membeli obat-obatan yang berpaten dengan asumsi kualitas yang sangat tinggi tapi Bagaimana dengan masyarakat ekonomi rendah ? Apakah mereka disejajarkan dengan masyarakat diatas, seperti contoh ketika masyarakattidak mampu untuk berobat kerumah sakit dan dia tidak memiliki kartu jamkesmas atau askes kemudian dia memebeli obat dirumah sakit/apotik dengan biaya relatif mahal, hal ini kurangnya dari pihak kesehatan dalam memberikan informasi kepada masyarakat yang tidak mampu dengan dalil hanya mengejar keuntungan. Seperti konten diatas bahkan negata-negara maju/Industri penggunaan obat generik hampir merata digunakan oleh pemerintah disana hal tersebut karena obat generik kini jadi salah satu kemungkinan untuk menurunkan biaya dimana ongkos disektor kesehatan semakin tinggi.



Kementrian Kesehatan telah menerbitkan peraturan baru tentang perespan dan distribusi obat generik untuk menggalakkan pengunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan publik. Hal itu dilakukan karena tingkat penggunaan obat generik belum sesuai harapan. Bahkan menurut catatan kementerian kesehatan penggunaan obat generik mengalami penurunan bermakna dalam beberapa tahun terakhir. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, dalam lima tahun terakhir pasar obat generik turun dari Rp 2,225 triliun (10% dari pasar obat nasional) menjadi Rp 2,372 triliun (7,2 % dari pasar obat nasional). Padahal pasar obat nasional meningkat dari Rp 23,590 triliun pada 2005 menjadi Rp 32,938 triliun tahun 2009. Ketersediaan obat esensial generik disarana pelayanan kesehatan juga baru mencapai 69,74 % dari target 95 %. Meski tingkat peresepan obat generik di Puskesmas sudah mencapai 90% namun tingkat peresepan obat generik dirumah sakit umum masih 60% sementara dirumah sakit swasta dan apotek hanya 49 %.



Dengan upaya program pemerintah dalam menjalankan dan mensosialisasikan program ini, setidaknya kita tahu dan mendukung apa obat generik tersebut ? sehingga masyarakat indonesia secara luas dapat memahami tentang obat generik , dan menghilangkan persepsi/pandangan yang tidak benar tentang obat yang dimaksud. Sebagaimana kita tahu dengan kemajuan teknologi sekarang setidaknya kita dukung program pemerintah dengan memanfaatkan media komunikasi seperti jejaring sosial ataupun Blog untuk saling memberikan edukasi tentang program ini.



Sumber :
www.nuranimahabbah.wordpress.com

Comments

Popular posts from this blog